KOLIQ AGUSDIANTO, SE PENGUSAHA ASLI PONOROGO

Siapa sangka kota Ponorogo melahirkan usahawan sukses, dialah Koliq Agusdianto,SE ,dirinya sedikit diantara 10 sampai 15 pengusaha daging  yang mensuplay pasokan daging di Indonesia. Mulai tahun 2011 Putra tunggal politisi PAN Eny Yulitai Latief dan veteran TNI Mulyono ini berusaha mengembangkan sayap bisnisnya di Ponorogo melalui RJB resto dan yang terbaru membuka biro layanan umroh dan haji. Sepak terjangnya sungguh jauh pandang daripada orang tuanya yang berbasic politisi dan tentara. Naluri bisnisnya mengantarkan dirinya ingin mengabdikan sepenuhnya kepada bisnis murni dengan harapan kepdepan banyak merekrut tenaga kerja yang kesemuannya untuk kepentingan masyarakat luas. Berusaha mewujudkan bidnag bisnis yang sebanyak mungkin menyerap tenaga kerja sehingga mengangkat perekonomian masyarakat.

Bagaimana awal cerita, model bisnis dan pandangannya tentang dunia usaha. berikut wawancara ponorogpos dengan Koliq Agusdianto,SE Putra asli Ponorogo yang sukses bisnis  suplayer daging sapi di seluruh Indonesia.

Bagaimana awal anda masuk dunia bisnis?

Awal bekerja di feet lot di Jakarta selama 2-3 tahun karena background itu ilmu saya dapatkan dari situ. Yang bergerak di bidang daging di Jakarta menjadi distributor mulai tahun 1998 sampai sekarang. Setelah saya merasa mampu saya bergerak sendiri. Bisnis saya menjadi besar ketika suatu saat kenal dengan orang dari Singapura dan diberi kepercayaan untuk mendistributorkan. Saya tidak punya modal apa apa, cuma performance. Dalam artian Cuma filling bisnis dia menganggap saya mampu. Awalnya dengan kapasitas terbatas dan dipercaya ini sejak 2001. Sejak itu bertahap hingga sekarang, awalnya juga keluar masuk ke resto untuk menawarkan .

Apa faktor kesuksesan anda dalam merengkuh usaha ini?

Ada basic disitu juga ada lucy(keberuntungan). Tapi tidak selancar yang dikira. Pada awalnya juga pernah jatuh karena dari sisi manajement yang kurang tertata dengan baik. Inilah yang mendasari diri saya untuk percaya bahwa manajemen adalah segalanya. Memang system itu high cost. Tapi berbanding dengan tingkat resiko bocor ketika tidak ada manajement.  

Seberapa asset dalam berbisnis ?

1 bulan sekitar  30 sampai 40 container daging atau nilai rupiahnya 30-40 milyar dan semua murni import. Di edarkan ke seluruh Indonesia muladi dari Sumatra sampai Irian

Apa yang mendasari ingin bisnis di Ponorogo?

Untuk kuliner saya berusaha membuka di Ponorogo ini tidak lepas karena ini menjadi eksperiment saya. Dan ini adalah tanah kelahiran saya. Diibaratkan kita bisa menanam di lahan kering pasti di lahan basah akan lebih mudah saya pasti akan bisa. Bagaimana awal yang banyak orang pesimis terbukti ada progress sampai sekarnag. Awalnya semua pesimis. Ternyata Ponorogo sangat prospek dalam bidang trading. Menggerakan ekonomi Ponorogo ini yang harapan  goal saya. Ponorogo sudah tidak seperti dulu. Tingkat konsumtifnya tinggi sekali, orangnya kreatif . yang disayangkan yang tidak ada PAD yang masuk. Sebagian besar pada bisnis trading/ penjualan, tapi untuk produksi masih butuh solusi dan gagasan. Kita saja bisa melihat perkembangan pabrik semuanya hangus dan bertahap hilang angkat kaki dari Ponorogo.

Apa konsep berbisnis anda?

Selama tangan saya kotor  saya pasti akan berhasil. Dalam artian saya pahami , menangani, langsung terlibat bukan hanya berada di balik layar, dalam artian saya masuk ke bawah bawahnya. Termasuk pada bidnag kuliner rumah makan ini.mulai dari dapur sampai adminnya saya tangani. Semuanya saya standarisasi. Pada awalnya sangat berat bahkan sampai pagi saya menyusun bagaimana administrasinya bisa berjalan dengan bagus., jika dihitung sebenarnya masih saya anggap 20 persen dari gool yang saya inginkan.

Mengapa memilih kuliner juga layanan haji ini dalam pengembangan bisnis?

Dunia kuliner lebih kecil dari sisi resiko. Karena tingkat kepailitan kecil jika manajement betul, tinggal pengelolaan maket itu jika berkembang . Dunia perbankan pun pastinya akan menghitung dan sangat berminat untuk bisa ikut turut campur dalam bisnis semacam ini.

Demikian juga dengan dunia haji ini tidak lepas dari pengalaman saya naik haji. Saya lihat dan rasakan sangat nyaman dan terkesan sehingga saya ajak untuk kerjasama mengembangkan sayap sampai ke Ponorogo. Disamping saya pingin ibadah sekaligus bisnis. Tujuan profit sedikit menghasilkan tapi juga ibadah.

Menarik, anda bergelut di dunia pekerja kemudian melepas dan bergerak ke wiraswasta, apa tips nya?

Semuanya harus jalan dulu sebelum melepas. Tetap bekerja sebagai karyawan sebelum semua benar benar matang. Kadang karena emosional tinggi ingin cepat cepat berhasil. Tanpa memperhatikan effect. Terlalu besar nafsu mereka nekat dengan modal besar dengan rayuan orang, tanpa ada pondasi yang kuat. Ini banyak dialami oleh teman teman. Anda bayangkan modal 10 milyar, karena 1 kontainer 1 milyard ini habis tak bersisa karena Cuma tertarik pada omongan orang, keuntungan besar, resiko rendah. Mereka hanya bergerak di belakang layar. Tidak punya link mitra. Akhirnya kolaps menyisakan hutang.

Ya wajar itu dianggap uang sekolah, karena ilmu tidak ada yang gratis. Yang jadi masalah tentu ketika nominalnya sangat besar hingga melewati ambang batas kemampuan kita.

Pada awal aktifitas saya berusaha wiraswasta merintis usaha, tetap kerja ke orang. Saya sudah punya 30 karyawan, tapi tetap bekerja hanya dengan gaji 1,2 juta. Padahal waktu itu sudah bisa memasukan 10 container dengan berkisaran transaksi 10 milyar. Keluarpun dari dunia pekerjapun karena terpaksa  Karena mau dipindah jadi manajer baru, di pindah jauh ke luar kota akhirnya saya out.

Apakah badan kita layak untuk meninggalkan atau belum inilah yang saya maksudkan bahwa kita harus benar benar siap. Jadi benar benar kita siapkan badan kita. Kita punya pertimbangan keluarga orang di sekitar kita yang butuh makan juga dari kita.

Punya gagasan lagi mengenai usaha?

Namanya manusia tidak ada puasnya. Pasti ada ide, konsep dan itu masih banyak . yang harusnya banyak menyerap tenaga kerja dan punya produksi. Dari bahan baku disini diolah dan dibawa ke jakarta. Produk yang dibuat, bukan hanya jasa trading. Saya melihat ini suatu tantangan yang luar biasa bagaimana kita Ponorogo, sudah kolaps pada perusahaan mebel dan juga pabrik tepung yang dulunya sangat besar .

Bagaimana dengan menanggapi import daging yang berlarut larut?

Butuh komitmen bersama dalam membangun ini terutama dari pemerintah. Saya contohkan kasus dilarangnya import daging sapi beberapa waktu lalu. Saya sempat mencari lahan disini. Pada waktu itu di Jawa Barat saya sudah kompak dengan semua RPH(Rumah Pemotongan Hewan) untuk mensuplay. Saya perhari memotong 150 ekor per hari kerjasama dengan RPH dan bisa. Bayangkan bila 1 ekor  sapi 10 jt. Berarti 1,5 milyar. Sehari saya mengeluarkan uang cash sebesar itu. Berapa pekerja yang kita libatkan.

Tapi kebijakan pemerintah yang setengah setengah akhirnya bocor juga, importir tetap saja bisa masuk. Barang mereka kwalitas lebih bagus dan harga lebih murah, apa boleh buat kita bisnis dan bersaing dengan yang lain. kita lepas semua hitungannya realistis saya punya karyawan mereka menjadi tanggungan saya dan semua butuh tetap bertahan.

Bagaimana regulasi yang harus dijalankan?

Ayo… jika kita konsisten, komitmen swasembada pangan. Import dilarang swasembada daging pasti saya mendirikan feetlot disini. kita kumpulkan semua RPH kita hidupkan dan seberapapun besarnya hasil mereka tetap akan saya tampung.

Kita bersama bersatu tapi dengan perhitungan realistis. Kita lihat pasar bagaimana harganya.Kalau Cuma policy tanpa ada ketegasan kesiapan infrasturktur cuma kebijakan populis sama saja. Buru buru menutup import tapi kita sendiri tidak punya kesiapan unutk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 400 ton daging misalnya. Sapi siapa yang sanggup memasok?? kesiapan ini yang harus didahulukan.  

Breeder sudah ada  tapi mana ilmunya? Mereka sangat konvensional. Padahal ilmu modern sudah ada. Sapai itu dihitung perhari berat badannya dievaluasi kalau tidak bisa ada penbingkatan. Nutrisinya dihitung teknik ternaknya. Teknik potongnya. Kita musuh internasional segalanya terstandart. Kalah kita kalau Cuma main felling konvensional.

Saya punya akses nasional untuk optimal menggali di Ponorogo. Dalam arti tidak menguntungkan salah satu fihak. Harus melihat pasar. Berani nabrak nggak.. kita tidak bisa melawan produksi besar selain juga dengan subsidi konstinensi dari pemerintah. Pada manajemen pendampingan yang kuat dan manajemen dan ilmunya benar benar harus kita sosialisakikan. Bukan hanya ternak manual, kita sudah dalam era global. Harus professional dan  berpengatuhan. Orang harus didik ngomong market, harus bicara daging ternak misalnya, mereka harus ditimbang, dievaluasi dengan progress yang jelas.selama ini pendampingan tidak ada yang tepat sasaran. Bahkan selalu menyisakan kasus karena banyak penyimpangan ingin untung sesaat baik dari pemberi maupun dari yang dikasih bantuan.