Sate Ayam Ponorogo H. Tukri Sobikun
Kota Ponorogo ini gak gede-gede amat tapi yang dapat saya gambarkan dari kota ini yakni, "Tampak jelas kesederhanaan dari kota ini.. Ponorogo". Dalam kesederhanaannya menyimpan kuliner yang sederhana juga tapi rasanya tidak sederhana. Salah satunya adalah Sate Ayam Pak Haji Tukri Sobikun.
Cikal bakal sate ayam Ponorogo
Sejarah berdirinya sate ayam Ponorogo khususnya di sate ayam H. Tukri Sobikun sangat panjang. Di keluarga Sobikun ini bisa membuat sate ayam khas ponorogo ini sudah turun temurun. Ini adalah keahlian kuliner nenek moyang kami yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keahlian kuliner ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dahulu, dan makin lama makin berkembang di keluarga Sobikun.
Menurut riwayat yang pernah diceritakan orang tua saya H. Tukri Sobikun, jaman dahulu kakek buyut kami yang bernama Mbah Suro Semin mempunyai banyak saudara dan ada diantara mereka yg sudah punya keahlian kuliner sate ayam. Salah satunya adalah Eyang Sate, mungkin disebut begitu karena dia penjual sate. Eyang sate ini dulu berjualan di stasiun kereta api, dia pindah-pindah jualannya mungkin seperti pedagang asongan di kereta seperti saat ini. Tapi jualan dia di stasiun kereta api bukan di dalam gerbong kereta. Terakhir kali Eyang Sate menetap di stasiun Kedunggalar Kabupaten Ngawi. Pada suatu hari Mbah Suro mengunjungi saudarinya tersebut di Ngawi, dan disana Mbah Suro mulai mengenal sate ayam. Dulu Mbah Suro bekerja di sawah dan jualan dipasar, jadi tidak mengusai sate ayam. Dan dari sinilah cikal bakal Sate Ayam Ponorogo H. Tukri Sobikun dimulai. Mbah Suro menetap beberapa hari disana untuk belajar sate ayam. Dan setelah mampu membuat dan dan mengetahui cara berjualannya Mbah Suro pulang ke Ponorogo.
Jualan sate ayam di Ponorogo
Setelah mengusai ilmu kuliner sate ayam ponorogo Mbah Suro mulai merintis usaha jualan sate ayam di Ponorogo. Ini dimulai masih pada jaman penjajahan Belanda, Mbah Suro berjualan keliling di Ponorogo. Dan jika sudah lelah keliling bisanya Mbah Suro akan mamngkal jualannya disekitar pasar Legi Ponorogo. Dan usaha ini berlangsung lama sampai Indonesia merdeka dan Belanda pulang kampung. Dulu dalam sehari Mbah Suro sudah bisa berjualan sate sehari memotong ayam belum banyak, paling 2-3 ekor saja, dan masih ayam kampung sebagai bahan utamanya. Dan jualannya masih pakai angkriangan yang dipikul, bukan gerobak dorong, dan hingga sekarang model angkringan ini masih menjadi ciri khas sate ayam Ponorogo khususnya di sate ayam H. Tukri Sobikun. Setelah usia Mbah Suro sudah tua usaha ini diteruskan oleh Mbah Sobikun, dalam hal ini beliu adalah orang tua bapak Tukri. Mbah Sobikun berjualan sate di Ponorogo sudah mulai menetap jualannya, tidah berkeliling lagi. Dan tempat jualannya masih disekitar pasar Legi Ponorogo. Dari hri ke hari usaha jualan sate ini makin maju dan sudah mulai terkenal di Ponorogo dan kota sekitarnya. Dulu yang sehari hanya mampu memotong ayam antara 2-3 saja, maka mulai saat di pegang oleh Mbah Sobikun sudah mampu memotong diatas 5 ekor sehari. Jumlah segitu pada waktu itu sudah lumayan laku, karena ekonomi yang sulit. Dan karena kuliner ini makin lama makin terkenal pernah mbah Sobikun diundang ke Jakarta. Yang mengundang waktu itu adalah Bapak Presiden RI Soekarno. Ceritanya begini, salah satu istri bapak Presiden Soekarno itu ada yang dari Ponorogo namanya ibu Hartini. Beliu ini adalah satu pelanggan sate ayam Mbah Sobikun. Dan pada saat di beliu punya hajatan beliu mengudang sate ayam Mbah Sobikun ke Jakarta. Pada waktu itu Mbah Sobikun dibawa dari Lanud Iswahyudi Madiun beserta rombong dagangannya naik pesawat Hercules. Itu adalah pengalaman Mbah Sobikun yang paling besar dalam perjalanan hidupnya dan itu semua hanya karena sate ayam.
Mbah Sobikun menjalankan usaha ini berjalan cukup lama, dan sekitar tahun 80 an karena usia Mbah Sobikun yang sudah tua maka usaha ini sering digantikana oleh bapak Tukri. Bapak Tukri saat itu masih berstatus pegawai PJKA (Pusat Jawatan Kereta Api) sekarang PT. KAI (Kereta Api Indonesia). Karena usia Mbah Sobikun yang semakin tua dan fisik yang makin lemah dan usaha sate ayam lebih menjanjikan dari pada kerja di PJKA maka bapak Tukri memutuskan pensiun dini. Dia lebih memilih usaha kuliner sate ayam Ponorogo dan ingin mengembangkannya. Karena bapak Tukri tahu bahwa usaha sate ayam ini nanti akan bisa menjadi mata pencaharian baru dengan harapan yang sangat baik, yang mampu menghidupi semua keluarga. Karena sewaktu masih menjadi pegawai PJKA kehidupan bapak Tukri tidak ada perubahan berarti.
Cikal bakal sate ayam Ponorogo
Sejarah berdirinya sate ayam Ponorogo khususnya di sate ayam H. Tukri Sobikun sangat panjang. Di keluarga Sobikun ini bisa membuat sate ayam khas ponorogo ini sudah turun temurun. Ini adalah keahlian kuliner nenek moyang kami yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keahlian kuliner ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda dahulu, dan makin lama makin berkembang di keluarga Sobikun.
Menurut riwayat yang pernah diceritakan orang tua saya H. Tukri Sobikun, jaman dahulu kakek buyut kami yang bernama Mbah Suro Semin mempunyai banyak saudara dan ada diantara mereka yg sudah punya keahlian kuliner sate ayam. Salah satunya adalah Eyang Sate, mungkin disebut begitu karena dia penjual sate. Eyang sate ini dulu berjualan di stasiun kereta api, dia pindah-pindah jualannya mungkin seperti pedagang asongan di kereta seperti saat ini. Tapi jualan dia di stasiun kereta api bukan di dalam gerbong kereta. Terakhir kali Eyang Sate menetap di stasiun Kedunggalar Kabupaten Ngawi. Pada suatu hari Mbah Suro mengunjungi saudarinya tersebut di Ngawi, dan disana Mbah Suro mulai mengenal sate ayam. Dulu Mbah Suro bekerja di sawah dan jualan dipasar, jadi tidak mengusai sate ayam. Dan dari sinilah cikal bakal Sate Ayam Ponorogo H. Tukri Sobikun dimulai. Mbah Suro menetap beberapa hari disana untuk belajar sate ayam. Dan setelah mampu membuat dan dan mengetahui cara berjualannya Mbah Suro pulang ke Ponorogo.
Jualan sate ayam di Ponorogo
Setelah mengusai ilmu kuliner sate ayam ponorogo Mbah Suro mulai merintis usaha jualan sate ayam di Ponorogo. Ini dimulai masih pada jaman penjajahan Belanda, Mbah Suro berjualan keliling di Ponorogo. Dan jika sudah lelah keliling bisanya Mbah Suro akan mamngkal jualannya disekitar pasar Legi Ponorogo. Dan usaha ini berlangsung lama sampai Indonesia merdeka dan Belanda pulang kampung. Dulu dalam sehari Mbah Suro sudah bisa berjualan sate sehari memotong ayam belum banyak, paling 2-3 ekor saja, dan masih ayam kampung sebagai bahan utamanya. Dan jualannya masih pakai angkriangan yang dipikul, bukan gerobak dorong, dan hingga sekarang model angkringan ini masih menjadi ciri khas sate ayam Ponorogo khususnya di sate ayam H. Tukri Sobikun. Setelah usia Mbah Suro sudah tua usaha ini diteruskan oleh Mbah Sobikun, dalam hal ini beliu adalah orang tua bapak Tukri. Mbah Sobikun berjualan sate di Ponorogo sudah mulai menetap jualannya, tidah berkeliling lagi. Dan tempat jualannya masih disekitar pasar Legi Ponorogo. Dari hri ke hari usaha jualan sate ini makin maju dan sudah mulai terkenal di Ponorogo dan kota sekitarnya. Dulu yang sehari hanya mampu memotong ayam antara 2-3 saja, maka mulai saat di pegang oleh Mbah Sobikun sudah mampu memotong diatas 5 ekor sehari. Jumlah segitu pada waktu itu sudah lumayan laku, karena ekonomi yang sulit. Dan karena kuliner ini makin lama makin terkenal pernah mbah Sobikun diundang ke Jakarta. Yang mengundang waktu itu adalah Bapak Presiden RI Soekarno. Ceritanya begini, salah satu istri bapak Presiden Soekarno itu ada yang dari Ponorogo namanya ibu Hartini. Beliu ini adalah satu pelanggan sate ayam Mbah Sobikun. Dan pada saat di beliu punya hajatan beliu mengudang sate ayam Mbah Sobikun ke Jakarta. Pada waktu itu Mbah Sobikun dibawa dari Lanud Iswahyudi Madiun beserta rombong dagangannya naik pesawat Hercules. Itu adalah pengalaman Mbah Sobikun yang paling besar dalam perjalanan hidupnya dan itu semua hanya karena sate ayam.
Mbah Sobikun menjalankan usaha ini berjalan cukup lama, dan sekitar tahun 80 an karena usia Mbah Sobikun yang sudah tua maka usaha ini sering digantikana oleh bapak Tukri. Bapak Tukri saat itu masih berstatus pegawai PJKA (Pusat Jawatan Kereta Api) sekarang PT. KAI (Kereta Api Indonesia). Karena usia Mbah Sobikun yang semakin tua dan fisik yang makin lemah dan usaha sate ayam lebih menjanjikan dari pada kerja di PJKA maka bapak Tukri memutuskan pensiun dini. Dia lebih memilih usaha kuliner sate ayam Ponorogo dan ingin mengembangkannya. Karena bapak Tukri tahu bahwa usaha sate ayam ini nanti akan bisa menjadi mata pencaharian baru dengan harapan yang sangat baik, yang mampu menghidupi semua keluarga. Karena sewaktu masih menjadi pegawai PJKA kehidupan bapak Tukri tidak ada perubahan berarti.
Sate Ayam Ponorogo Tukri Sobikun
Dan sejak tahun 80 an tersebut bapak Tukri
mulai terjun langsung menekuni usaja sate ayam ini. Dan nama sate ayam Ponorogo
Tukri Sobikun mulai dipakai sebagai nama merek dagang jualan sate ayam
Ponorogo. Dalam menjalankan usaha ini dari hari ke hari semakin
meningkat, walau tempat usaha ini masih menempati emperan toko di dekat pasar
Legi Ponorogo tapi pelanggannya sangat banyak. Dan semua orang makin mengenal
tempat dan nama sate ayam Ponorogo Tukri Sobikun. Dan masyarakat kota Ponorogo
hingga kota sekitar makin mengenal sate ayam Ponorogo dan sejak saat itu sate
ayam mulai menjadi makanan khas kota Ponorogo. Ponorogo sudah mempunyai kuliner
khas yang beda dengan daerah lain. Pada waktu itu karena tempat usaha yang
hanya di emper toko atau di pingir trotoar dan pembeli yang makin ramai maka
sekitar tahun 1991 bapak Tukri mulai membuka warung kecil-kecilan dirumah. Dia
memulai melayani pembeli dirumah, baik itu berupa pesanan ataupun makan di
warung. Warung disini bukalah seperti rumah makan tapi hanya sebuah garasi
mobil yang dirubah menjadi warung seadanya. Dikarenakan makin lama makin ramai
orang yang membeli sate di rumah dan pesanan yang banyak maka sekitar tahun
1993 bapak Tukri mulai menutup jualannya yang di dekat pasar legi, dan mulai
fokus jualan dirumah. Dan hingga saat ini usaha jualan sate tersebut
diajalankan di rumah makan H. Tukri sobikun.Pada tahun 2001 bapak Tukri pergi
haji berserta istrinya, dan sejak pulang haji rumah makan ini sekarang bernama
rumah makan Sate Ayam H. Tukri Sobikun. Warungnnya dulu yang seukuran
garasi mobil kini sudah berubah menjadi rumah makan yang besar yang bisa
menampung puluhan orang. Dan yang membuat pelanggan sate ayam ini tetap setia
adalah cita rasa sate ayam yang tidak berubah dari sejak jaman dulu. Dan disini
juga tidak memakai bumbu pabrikan, atau penyedap rasa. semua masih alami,
bumbu-bumbunya masih sama sejak dulu sampai kini. Karena itu yang datang untuk
menikmati kuliner sate ayam ini pasti akan senang, hal ini bisa dilihat
dari pembeli yang datang setiap hari. Malah jika hari libur bisa dipastikan
pembeli dari luar kota yang akan mendominasi.
Dan pada tanggal 31 maret tahun 2010
terjadi kejadian yang sangat hebat karena rumah makan H.Tukri Sobikun
kedatangan bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Bapak SBY makan malam di
rumah makan tersebut. Rumah makan yang letaknya di sebuah gang yang terkenal
dengan nama GANG SATE tersebut kedatangan bapak SBY. Mulai saat itu
banyak penggemar kuliner yang jika tanya lokasi sate ayam Ponorogo H. Tukri
Sobikun yang pernah didatangi bapak presiden.
Lokasi dan cabang sate ayam Tukri Sobikun
Sate ayam H. Tukri Sobikun berlokasi di
jalan Lawu gang I no 43 k dengan no telepon (0352)- 482362. ini adalah
pusatnya. dan mempunyai cabang antara lain :
1. Di jalan Soekarno Hatta sebelah selatan
jembatan Jarakan Ponorogo dengan nama Sate Ayam H. Tukri Sobikun (pak
Bowo) no telp 0352-482413
2. Di Madiun 1 : di jalan S. Parman no 48
depan Carefour. no hp 08125981436 / 0352-752125
3. Di Madiun 2 : di jalan Trunojoyo no 114
sebelah selatan pasar Sleko no hp 08125981436 / 0352-752125
Selain tempat diatas tidak ada cabang
lagi. Jika ada yang mengaku sebagai cabangnya itu tidak benar.
Sumber :
Sate Ayam Ponorogo Pak H.Tukri Sobikun
Komentar
Posting Komentar