KAITAN MAKAM KAUMAN NGUNUT DAN PALANG NGUNUT
KIM Batoro Katong, Ponorogo - Sebelum membahas Makam Kauman, ada bahasan yang cukup menarik untuk dijadikan pendahuluan. Yakni pemakaian istilah Kauman. Kawasan yang disebut dengan istilah Kauman ini, terindikasi kuat terkait dengan kesamaan pola ruang kota kerajaan Jawa Islam di mana alun-alun dijadikan sebagai inti. Karena belum menemukan literatur booster, penulis menduga bahwa Kawasan Kauman yang ditemukan oleh kaum agamawan/kaum santri ini adalah bagian dari Kadipaten Polorejo. Ya, seorang kadipaten yang semasa dengan momen saat Susuhunan Pakubuwana II menyingkir ke Ponorogo.
Di timur wilayah yang Mulus Kauman ini sempat terdapat 1 pasar kecil yang indah "Pasar Ngarung". Besar kemungkinan Pasar Ngarung ini adalah sisa-sisa dari peradaban Kadipaten Polorejo, yang dulunya berupa alun-alun. Meski masih berupa praduga, setidaknya bisa dipastikan bahwa kawasan Kauman ini dapat menjadi salah satu bukti kuat akan adanya Kadipaten Polorejo. Kelanjutan bahasa yang diperluas ini, mungkin akan penulis uraikan setelah mendapat referensi sejarah yang lebih valid di kemudian hari.
Kembali ke bahasan awal. Bagi sebagian masyarakat khususnya warga Desa Ngunut dan sekitarnya, pasti merasa janggal dengan Makam Kauman yang terletak di Jl. Keramat, Desa Ngunut Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Karena penggunaan ini secara peta administratif termasuk kedalam wilayah Desa Ngunut, namun pemanfaatannya tidak hanya oleh warga Desa Ngunut saja. Terhitung mulai Desa Polorejo, Desa Gupolo, Desa Jepang (bagian barat-Jepang Kulon) dan Desa Bareng saat meninggal dunia Banyak warganya yang dimakamkan disini.
Dalam struktur masyarakat jawa yang memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan persaudaraan, sebuah makam tidak hanya berfungsi sebagai tempat penguburan jenazah saja. Lebih dari itu, jati diri sebagai manusia jawa tidak bisa lepas dari sebuah makam. Makam dianggap sebagai hal yang sakral karena di situlah garis silsilah nasab bisa ditelusuri. Saudara, orang tua, kakek-nenek, dan sanak famili yang telah meninggal dunia biasanya akan dimakamkan dalam satu kompleks yang berdekatan. Begitupun dengan kondisi makam Kauman, warga dari beberapa desa di luar Desa Ngunut ketika meninggal juga akan dimakamkan didekat makam anggota keluarga yang lain. Dari sini akan timbul pertanyaan, lantas bagaimana asal muasal warga desa lain juga dimakamkan di Makam Kauman?
Menurut data sejarah, pembagian administratif desa secara formal baru ada kisaran tahun 1898. Dari catatan yang berhasil dilacak, H. Yasin adalah Kepala Desa Ngunut Pertama. Namun di era sebelum 1898, sudah dikenal nama Ngunut untuk menyebut wilayah administratif yang meliputi Desa Ngunut, Desa Bareng, Desa Gupolo, Desa Polorejo, Desa Japan (Japan Kulon) dan Desa Bareng. Penyebutan wilayah administratif ini pada masa itu belum menggunakan istilah Desa, tetapi disebut sebagai Palang (dalam bahasa Jawa : Penjaga). Di kisaran masa sebelum tahun 1895, Palang Ngunut dijabat oleh Ki Puspodimejo (Palang I) , kemudian di tahun1895-1898 dijabat oleh Ki Soemodihardjo (Palang II).
Palang Ngunut ini biasa disebut dengan panggilan Mbah Palang oleh warga masyarakat. Konon, Mbah Palang mempunyai sebuah cemeti pusaka sebagai salah satu senjata andalan beliau. Cemeti ini jika diangkat oleh 3 orang laki-laki dewasa pun, mereka belum tentu kuat mengangkatnya. Dari cerita ini, tidak menutup kemungkinan bahwa Mbah Palang juga merupakan seorang warok Ponorogo yang mempunyai kemampuan linuwih, sehingga didaulat menjadi seorang Palang. Namun, tentang siapa Mbah Palang yang dimaksud, masih perlu penggalian data sejarah lebih dalam.
Di tengah lokasi Makam Kauman, ada sebuah bangunan “cungkup”. Cungkup sendiri adalah bangunan persegi dengan atap yang digunakan untuk menaungi sebuah makam, prasasti, papan nama, dan lain-lain. Cungkup di Makam Kauman dikenal masyarakat sebagai cungkup Makam Mbah Palang.
Dari situs makam ini sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan makam Kauman oleh warga 5 desa tidak lepas dari keterkaitan dengan Mbah Palang yang merupakan Palang 5 desa (sekarang). Dengan begini pertanyaan tentang penggunaan makam oleh warga desa lain (selain Ngunut), terjawab sudah.
Melihat sedikit bukti sejarah yang dituturkan diatas, status pengelolaan Makam Kauman sejatinya tidak hanya menjadi tanggung jawab warga Desa Ngunut saja. Warga desa lain juga memiliki tanggung jawab yang sama. Dari pengamatan penulis, hal ini teratasi dengan disediakannya kotak kas untuk pengelolaan makam yang disediakan oleh pengurus makam Kauman. Fasilitas di Makam Kauman untuk pelaksanaan penguburan maupun berziarah sendiri, sudah terbilang komplit dan cukup bagus. Fasilitas bangunan yang ada di sisi barat jalan masuk makam, kini terdapat tempat cuci tangan-kaki, ada juga alat-alat yang memuat kubur serta alat penerangan. Akses jalan masuk ke makam juga sudah terpasang paving-block.
Komentar
Posting Komentar