SEJARAH MADRASAH DINIYAH SYUHADA

(JANGAN DIBACA!!!!!!!Sampai kapanpun,pelajaran sejarah tidak pernah menarik bagi pembacanya.Yang menarik itu tetaplah berita hoax dengan judul yang bombastis&sensasional.Semoga kita dijauhkan dari kedunguan berpikiran seperti itu…kecuali jika memang dungu adalah sebagai jalan hidup,itu urusan anda…)
Seingat saya,dulu biaya untuk mengikuti pelajaran selama satu bulan penuh,Madrasah Diniyah Syuhada (madrasah dimana saya pernah belajar) termasuk yang paling murah.Setidaknya itu menurut pandangan saya pribadi.Soalnya apa,saya yang terlahir dari orangtua berpendapatan rendah,masih sangat mampu membayar SPP tiap bulan disana meski terkadang telat bayar.Qiqiqiqi.Lucunya,tolok ukur penentuan besaran SPP di ukur dari kemampuan orangtua murid yang kurang mampu,selanjutnya dipukul rata biayanya sama untuksemuanya.Entah itu bagi orangtua murid yang mampu atau sangat mampu sekalipun.Pernah suatu kali bapak saya menemui wali kelas saya untuk membayarkan SPP untuk 6 bulan sekaligus.Bayangkan,hanya 30 ribu bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar selama setengah tahun.Nikmat Tuhan yang mana lagikah yang kau dustakan?hahahaha.
SPP tiap bulan itu kalau tak salah ingat,biasa disebut sebagai “pethok”.Kalau dihitung sebagai bisnis,saya rasa madrasah ini sering ruginya dan tidak pernah untung.Untuk uang SPP yang hanya 5000 rupiah saja,seringkali masih di’’semayani’’.Ibaratnya,kalau dibayar ya syukur,kalau tidak ya tidak apa-apa.Teman saya ketika ditanya kapan bayar SPP,bahkan jawabnya malah begini:”Masih mau jual ayam dulu bu…!wkwkwkwkwkwk.Tidak pernah ada cerita murid tidak bisa mengikuti ujian caturwulan karena menunggak bayaran SPP.Sama sekali berbeda dengan kebanyakan potret pendidikan di negeri ini belakangan ini.Sekolah kerapkali sudah seperti bisnis yang berorientasi pada laba semata.Pengabdian untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa tercoreng oleh umumnya ulah oknum di lembaga-lembaga pendidikan.Maaf,bukan maksud saya memukul rata semua lembaga pendidikan di negeri ini begini dan begini,hanya saja saya miris menyaksikan banyak orangtua kalangan ekonomi rendah musti bersusah payah demi bayaran sekolah yang kian melangit,banyak anak di negeri ini yang tak bisa mengenyam pendidikan tinggi karena terbentur masalah biaya,serta masih banyak lagi potret-potret miris lainnya.Saya sering berkhayal,betapa beruntungnya anak-anak negeri ini seandainya sekolah-sekolah di negeri ini sama dengan madrasah diniyah saya dulu.Sekolah murah meriah bahkan gratis untuk semua.Saya tahu khayalan saya terlalu tinggi,namun nyatanya di negeri ini sudah banyak contoh dan bukti otentik yang bisa dijadikan referensi,banyak lembaga pendidikan yang menggratiskan biaya pendidikan tanpa menarik pungutan apapun sampai lulus.
Saya pernah menemukan sebuah tulisan di komputer madrasah tempat saya mengajar,tulisan itu adalah rangkuman hasil wawancara teman saya ketika masa kuliah dulu.Dalam hati saya bertanya,sejarah sepenting ini apakah setiap orang di desa ini mengetahuinya?Sejarah tentang madrasah diniyah yang legendaris,dituturkan langsung dari saksi hidup dan pelaku-pelaku sejarahnya sendiri.Sejarah Madrasah Diniyah Syuhada.Terima kasih Mas Muhammad Trihan,M.PdI.
Madrasah Diniyah Syuhada’ merupakan salah satu madrasah yang berdiri sebelum masa kemerdekaan Indonesia,tepatnya pada masa penjajahan Belanda. Madrasah ini berdiri sekitar tahun 1929-an. Didirikan oleh seorang tokoh agama yang termasyhur waktu itu.Beliau adalah orang yang pertama kali menjabat sebagai ketua Nahdlatul Ulama’ Desa Ngunut yang merupakan satu-satunya cabang Nahdlatul Ulama’ (NU) yang ada di Kabupaten Ponorogo ketika itu. Beliau bernama KH. Sholeh.Pemikiran untuk mendirikan Madrasah Diniyah ini dipengaruhi oleh keinginan besar beliau untuk mencerdaskan masyarakat pada waktu itu terutama dalam pendidikan agama Islam.Beliau merasa bahwa masyarakat Ngunut khususnya dan daerah sekitar Ngunut pada umumnya masih minim pendidikan agama Islam.Selain faktor tadi masih ada faktor lain yang menyebabkan beliau mendirikan madrasah ini,yakni beliau merasa bahwa madrasah yang telah ada lebih dahulu di Desa Ngunut tidak sesuai dengan pemahaman beliau sebagai warga Nahdliyin.Maka,dengan kedua alasan tersebutlah beliau mendirikan Madrasah Diniyah Syuhada.Pada awal berdirinya,madrasah ini bukan bernama Madrasah Diniyah Syuhada,melainkan ”Sekolah Arab” kemudian berubah menjadi ”Sekolah Sore” dan pada tahun 1977 baru menjadi ”Madrasah Diniyah Syuhada”.Sebagai informasi,madrasah yang telah lebih dahulu ada itu adalah madrasah yang didirikan oleh Jama’ah Muhammadiyah sekitar tahun 1928 yang sebelumnya merupakan bekas pondok pesantren. Dan pada masa sekarang ini selain sebagai madrasah diniyah juga menjadi Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 3 Ngunut.
Pada masa awal berdirinya, madrasah diniyah ini menempati kediaman tokoh pendirinya dan dikepalai langsung oleh beliau (KH. Sholeh) dengan dibantu oleh tiga orang guru.Pertama adalah Bapak Kyai Syarqawi.Beliau merupakan guru bantu yang berasal dari Madrasah Diniyah Sultan Agung Ponorogo.Kedua adalah Bapak Kyai Mahfudz dari Nglambong Badegan Ponorogo, dan yang ketiga adalah Bapak Kyai Bashir dari Cekok Babadan Ponorogo.Pada masa itu,setelah berdiri Madrasah Diniyah Syuhada,praktis ada 3 madrasah di Ponorogo.Urutanya,madrasah yang pertama ada di Kabupaten Ponorogo adalah Madrasah Diniyah Sultan Agung,lalu disusul oleh Madrasah Diniyah Muhammadiyah Ngunut kemudian baru Madrasah Diniyah Syuhada’ Ngunut.
Proses pendidikan cikal bakal Madrasah Diniyah Syuhada dilakukan pada sore hari dimulai pukul 14.30 WIB dan diakhiri pukul 16.30 WIB dengan jumlah kelas sebanyak 3 kelas.Pelajaran yang diberikan diantaranya:Baca tulis huruf arab (Al-Qur’an),Nahwu, Shorof, Tajwid, Tauhid dan lain sebagainya. Semuanya menggunakan kitab-kitab kuning yang notabenenya bertuliskan huruf arab.Oleh karena setiap pelajarannya menggunakan tulisan arab maka kemudian terkenal dengan sebutan ”Sekolah Arab”.
Selang beberapa tahun kemudian tempat kediaman KH. Sholeh sudah tidak sanggup lagi menampung jumlah murid yang bersekolah di madrasah itu.Selanjutnya,kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke bangunan baru yang berada di sebelah timur rumah beliau yang kini berubah fungsi menjadi TK Muslimat Ngunut II Ponorogo.Selang beberapa tahun kemudian pindah lagi dan menjadi satu tempat dengan SR ( Sekolah Rakyat )yang sekarang menjadi kediaman Bapak Agung Subagyo.Tak lama setelah itu,tepatnya pada tahun 1959 pindah lagi ke bangunan baru yakni di sebelah barat bangunan sebelumnya(kini telah berubah fungsi menjadi SMP Ma’arif 3 Ponorogo).Baru pada tahun 1967 pindah ke bangunan baru yang berada tepat di depan Masjid Syuhada’ hingga sekarang. Pada masa itu jumlah muridnya mencapai 200 lebih.
Selang beberapa tahun setelah berdiri,madrasah ini ditinggal oleh pendirinya.KH Sholeh meninggal dunia.Kepengurusan madrasah diambil alih oleh anak-anak beliau yang sekaligus menjadi donatur tetap madrasah.Pada waktu KH. Sholeh masih hidup,semua keperluan rumah tangga madrasah ditanggung oleh beliau.Mulai sarana dan prasarana bahkan gaji para guru yang mengajar pun ditanggung sendiri oleh beliau.Setelah beliau wafat maka anak-anak beliaulah yang menjadi donatur tetap.Diantaranya adalah H.Khudlori, H.Badri, H.Syakur,dan H. Bashori serta H.Nahrowi.H.Nahrowi ini bukan anak dari KH.Sholeh namun masih kerabat dekat beliau.Pada masa ini guru pengajarnya berganti semua. Hal ini disebabkan karena guru pengajar sebelumnya mempunyai kepentingan dan kesibukan masing-masing yang tidak mungkin untuk ditinggalkan.Guru pengajar penggantinya adalah:pertama Kyai Adnan, kedua Kyai Masykur, dan yang ketiga Kyai Hamidi.Kepala madrasah pengganti KH Sholeh adalah Kyai Masykur.Selang beberapa tahun kemudian,Kyai Masykur meninggal dunia dan kepemimpinan madrasah dilanjutkan oleh Kyai Adnan.Pengganti beliau(Kyai Masykur) sebagai guru pengajar adalah Bapak Pandi.Menilik sejarahnya,meskipun madrasah diniyah ini sering berganti pemimpin atau kepala, hal ini tidak mempengaruhi kwalitas dan kwantitasnya. Bahkan dari segi siswanya semakin lama semakin bertambah.
Berikut ini nama Kepala Madrasah dari periode ke periode.Mohon maaf,karena keterbatasan data dan informasi,maka pada periode tahun berapa sampai berapa tidak dapat saya sampaikan secara spesifik.Masih perlu penelitian lebih mendalam lagi.Menurut teman saya,urutan dan nama kepala madrasah ini didapatkan dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber.Yakni,Ibu Hj.Wafiroh Dardiri,Bapak Syamsul Fata,Bapak Nahrowi(guru madrasah yang saya tulis di postingan kemarin),serta Bapak Kyai Adnan pada medio 2-5 Januari 2008.
Urutan nama kepala madrasah berikut periodenya pada tahun 1929-2017(sekarang)
1.KH.Sholeh(1929)
2.KH.Masykur
3.Kyai Adnan
4.Bapak Mulyoto
5.Kyai Mustaqim
6.Bapak Kadik
7.Bapak Imam Baiquni
8.Bapak Jamzuri
9.Bapak Mahfudz
10.Bapak Muhyidin Syam
11.Bapak kurdi
12.Bapak Topiyanto
13.Bapak Muhidin
14.Bapak Ma’ruf
15.Bapak Qomarudin
16.Bapak Wandi
17.Bapak Ruslan
18.Bapak Agus Nurhadi
19.Bapak Ahmad Thohari (sampai sekarang /2017 ini)
Ketika saya mengenyam pendidikan di madrasah ini belasan tahun lalu,jumlah murid di madrasah ini masih terhitung banyak.Mencapai ratusan yang jelas.Kepala madrasahnya adalah Bapak Ruslan,baru ketika saya duduk di bangku kelas 1B atau kelas 2 saya lupa,kepala madrasahnya berganti Bapak Ahmad Thohari yang masih menjabat hingga hari ini.Jumlah kelasnya ada 7 kelas.Sehingga,untuk menamatkan pendidikan di madrasah ini,memerlukan waktu 7 tahun.Jika disamakan dengan sekolah formal pagi,mulai mengenyam pendidikan dari kelas 2 SD,dan baru ketika kelas 2 SMP bisa lulus madrasah diniyah.Hal ini karena kelas 1 dibagi menjadi 2,kelas 1A istilahnya sebagai pra SD,dan kelas 1B sebagai kelas 1 SD(lanjutan),sehingga total menjadi 7 kelas yang diselesaikan dalam kurun waktu 7 tahun.Bayangkan,bagaimana sekolah tingkatan Awaliyah(SD) harus ditempuh selama 7 tahun.Praktis,hanya beberapa yang sanggup bertahan sampai di wisuda.Seangkatan saya,hanya ada 8 batang hidung.Diantara mereka,ada yang saya tag di postingan ini.Namun,setidaknya meski banyak yang gugur sebelum lulus karena berbagai hal,kami semua adalah generasi yang pernah sekolah di madrasah diniyah.Saya haqqul yaqin,doa,restu dan barokah bapak ibu guru kami masih mengiringi langkah kami semua.Kami yang sekarang,menjadi seperti ini adalah juga karena didikan beliau-beliau di madrasah.Seberapapun nganunya kami,kalau hanya perkara baca Qur’an dan membaca tulisan pegon,hmmm...bisa lah meskipun kadang sok ”grothal-grathul”.hahahahahaha...
Sebagai tambahan:
Nama Madrasah Diniyah Syuhada’ itu diambil dari nama jalan dimana madrasah ini beralamat,yakni di Jl.Syuhada. Asal usul pemberian nama Jalan Syuhada’ ini sendiri,ada 2 redaksi.Versi Pertama menurut Kyai Adnan(mantan kepala Madrasah Diniyah Syuhada,sedang versi Kedua menurut KH.Ahmad Dardiri(mantan Rois Syuriyah PCNU Ponorogo,menantu KH Masykur)
Versi Pertama:Berawal dari percakapan Bapak Mad Kailan(Mertua Kyai Zaenuri Nawawi/Imam Mushala Al Kholil Ngunut) bersama beberapa orang diantaranya adalah Bapak Kyai Adnan di serambi Masjid Syuhada’. Beliau mengatakan:”Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Quraisy-nya Ponorogo adalah Ngunut, orang Ngunut itu dimanapun berada tidak mau kalah dan ingin selalu menang dan kenyataannya memang selalu menang. Dan selalu bersemboyan bahwa menang kalah mati syahid, Ya enaknya jalan ini bernama jalan Syuhada’ saja” .Mulai saat itu nama jalan utama Desa Ngunut ini adalah Jl.Syuhada’ sampai sekarang.
Versi Kedua:Pada zaman pemberontakan PKI,hanya ada satu desa di Ponorogo yang belum dapat dikuasai oleh PKI.Suatu hari ada perang terbuka antara warga Desa Ngunut yang berjaga melawan orang-orang PKI yang menyerang dari arah utara yakni dari Beji Polorejo.Peperangan yang tidak seimbang,senjata seadanya berhadapan dengan beberapa senjata bedil terjadi di belakang rumah Alm.Bapak Topiyanto(timur SMP Ma’arif 3).Namun,akhirnya perang di menangkan oleh warga Desa Ngunut.Karena ada banyak warga yang tewas pada kejadian itu,mati syahid karena memperjuangkan wilayahnya,sebagai penghargaan jalan utama desa dinamakan sebagai Jl.Syuhada’.
Wallohu a’lam...
Sekian tulisan yang agak panjang ini,semoga bisa menambah wawasan kita semua dan tentunya pasti capek sekali bacanya.Saya maklum,anak kecil itu memang lebih suka mendengar dongeng daripada disuruh membaca sendiri kok.Anak kecil itu kan manja...qiqiqiqiqi
~Yakin,masih berpikiran jika madrasah diniyah tidak lebih dari sekedar lembaga kursus?
~Yakin,masih berpikiran tidak ada gunanya sekolah di madrasah diniyah?
NB:Karena menyangkut sejarah yang disampaikan secara lisan,mohon maaf jika ada penulisan nama dan gelar yang salah.Mohon koreksi dan kerjasamanya.
Foto ini bukan foto Madrasah Diniyah Syuhada,tp masih merupakan bagian dari sejarah yang ditulis diatas.Jangan diprotes.  
Foto Eryck Sardulo Nendero.

Ponorogo,Rabu Pon 12 Juli 2017
Selesai ditulis pada pukul 23:00 WIB

Sumber Dari Akun Facebook : 
Eryck Sardulo Nendero

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH BATORO KATONG dan PONOROGO

Ahmad Rony Yustianto, ST. Anak Ngunut yang sukses di Bisnis Property

KOLIQ AGUSDIANTO, SE PENGUSAHA ASLI PONOROGO