Cara Unik Masjid Syuhada Mensyiarkan Sunnah Aqiqah


KIM Batoro Katong, Ponorogo - Pada dasarnya, hukum aqiqah bagi umat muslim adalah sunnah muakkad. Kesunnahan meneladani apa yang dilakukan Nabi Muhammad, penghulu umat Islam saat ada anak yang dilahirkan. Syariat sunnah Nabi satu ini, merupakan tanggung jawab orang tua, sedangkan jika sang anak hingga akil baligh belum sempat dilaksanakan aqiqah, maka hukum kesunahannya gugur bagi orang tuanya. Tanggung jawab aqiqah orang tua menjadi terputus karena kemandirian si anak. Sementara agama memberikan pilihan kepada seseorang yang sudah baligh untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri atau tidak. Tetapi baiknya, ia mengaqiqahkan dirinya sendiri untuk menyusul sunnah aqiqah yang luput di waktu kecilnya.

Sebagai daerah yang mayoritas warganya beragama muslim, di Desa Ngunut Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo ada satu masjid yang membuat Program Titip Aqiqah. Program yang sudah berjalan kurang lebih 10 tahun ini, cukup efektif mendorong semangat umat Islam disekitar masjid untuk melakukan aqiqah. Dengan dikoordinir oleh takmir masjid maka pembiayaan pelaksanaan aqiqah menjadi semakin ekonomis. Pelaksanaan yang melibatkan pengurus masjid, remaja masjid, dan jamaah masjid ini terbukti bisa menekan biaya seminimal mungkin. Bahkan jika ada warga kurang mampu yang tidak bisa memenuhi tarif aqiqah yang disepakati bersama, akan diberi keringanan dengan diambilkan dari kas infaq masjid.



Hewan aqiqah yang disembelih dan diolah saat H-1 lebaran, lantas akan dijadikan jamuan untuk jamaah masjid dalam bentuk gulai kambing siap santap setelah pelaksanaan Sholat Idul Fitri.

Menurut penuturan Bapak Tri Uganda Cahyana ketua Takmir Masjid Syuhada, program titip aqiqah ini bermula dari budaya jamaah masjid yang selalu mengagendakan sarapan bersama setelah purna melaksanakan Sholat Ied. Bahkan banyak sekali warga Ngunut yang mudik hanya karena ingin kembali merasakan suasana sarapan bersama seperti yang pernah dirasakannya sewaktu kecil dulu.

"Budaya sarapan bersama seperti ini rasanya juga dilaksanakan di masjid-masjid lain. Namun yang pasti, budaya sarapan bersama di Masjid Syuhada sudah ada sejak zaman kakek nenek kita dulu. Terbukti saat belum pandemi banyak jamaah yang meski sudah berdomisili di luar kabupaten, tetap mudik ke Desa Ngunut hanya demi ingin merasakan suasana masa kecil seperti ini." Tutur Mas Ganda, sapaan akrab beliau.



Budaya sarapan bersama yang sudah mendarah daging dan keinginan untuk menjamu jamaah masjid Syuhada yang banyak datang dari luar kota, pada akhirnya membuahkan satu ide kreatif program titip aqiqah. Di sisi lain, program ini juga bertujuan mulia, yakni bermanfaat untuk membantu kalangan ekonomi lemah menunaikan kesunnahan aqiqah tanpa terkendala banyak biaya.

"Program titip aqiqah ini, juga bertujuan untuk melestarikan syariat aqiqah yang merupakan sunnah Nabi Muhammad. Jangan sampai ada umat Islam yang berkeberatan menjalankan kesunnahan syariat, padahal punya keinginan aqiqah sedang dilain sisi sedikit terkendala biaya. Dari sini saya berani mengklaim bahwa Masjid Syuhada yang pertama kali melaksanakan program seperti ini di Desa Ngunut, bahkan mungkin pertama kali di wilayah Kecamatan Babadan." Pungkas beliau.

Saat pandemi seperti ini, masjid Syuhada tetap melaksanakan program titip aqiqah dan pelaksanaan sholat idul fitri, namun dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Budaya sarapan bersama di kompleks masjid kemungkinan masih ada, namun untuk pelaksanaan besok pagi jamaah dihimbau agar sarapan dibawa pulang ke rumah untuk mengurangi kerumunan. Panitia telah menyiapkan beberapa skenario dan membentuk satgas covid-19 masjid demi menekan aktifitas berkerumun para jamaah.

Oleh : Frengki Nur F.U
Editor : Erik Kurniawan
Untuk KIM Batorokatong Ponorogo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH BATORO KATONG dan PONOROGO

Ahmad Rony Yustianto, ST. Anak Ngunut yang sukses di Bisnis Property

KOLIQ AGUSDIANTO, SE PENGUSAHA ASLI PONOROGO